Kisah Cinta Abadi
Qays
Bin Mulawwah (Laila Majnun)
Qays Bin Mulawwah yang bernama lengkap Qays bin
Mulawwah bin Muzahim bin ‘Adas bin Rabi’ah bin Ja’dah bin Ka’b bin Rabi’ah
merupakan sosok laki-laki yang berasal dari utara semenanjung Arab semasa era Dinasti Umayyah pada abad
ke-7.
Pada suatu masa di Jazira Arab, tinggal seorang pria
tepatnya seorang Raja bernama Sayyid
yang merupakan seorang pemimpin sebuah suku yang dikenal sebagai suku
Banu Amir. Ia merupakan seorang Raja yang kemakmuran dan kesuksesannya tak ada
yang dapat menyamainya. Ia merupakan seorang raja yang sangat dicintai oleh
rakyatnya. Namu ditengah kemewahan dan kemegahan yang Sayyid miliki, kebahagiaannya
tidak akan sempurna tanpa seorang anak disisinya.
Siang malam Sayyid merapalkan doa untuk kelahiran
seorang anak, maka tak kala dikabulkan nya doa Sayyid lahirlah seorang bayi
laki-laki yang menyerupai bulan purnama dengan seala keindahannya menyinari
dunia dengan cahaya itu semua orang dapat melihatnya dengan jelas. Dan di hari
kelima belas kelahirannya, orang tua nya memberikannya nama Qays.
Di
masa kecilnya Qays dikenal sebagai seorang anak yang cerdas dan unggul dalam
pelajaran. Namun di usianya yang masih belia hal yang tak seharusnya terjadi
telah terjadi. Qays bertemu dengan seorang gadis yang memiliki kecantikan yang
luar biasa yang membuat Qays dan teman-temannya langsung terpukau. Qays dikenal
sebagai seorang penyair dan sastrawan serta kisah cinta nya yang sangat
melegenda dengan seorang wanita yang sangat dicintainya.
Gadis itu bernama Laila, bernama lengkap Laila binti Mahdi binSa’d bin Ka’b bin Rabi’ah.
Laila merupakan anak dari keluarga kerajaan. Pertemuannya dengan Qays kala itu
juga membuatnya mulai merasakan yang nama nya cinta tanpa ia sadari. Ketika
keduanya mulai saling merasakan jatuh cinta, tanpa mereka sadari seluruh pasang mata telah
menyadari akan hal tersebut bahwa Qays dan Laila tengah jatuh pada lautan api
cinta. Desas desus tentang mereka berdua yang sering jalan berdua dan tertawa
besama telah menyebar keseluruh penduduk dari tenda ke tenda, kedai ke kedai
hingga sampai ke telinga keluarga kerajaan.
Qays yang sangat
mengagumi kecantikan seorang Laila tak dapat menyembunyikan rasa cintanya
kepada Laila. Semakin ia berusaha untuk menyembunyikan selalu mengalami
kegagalan. Baginya Laila bagaikan sinar matahari yang bersinar terik di siang
hari. Bagaimana mungkin bisa menyembunyikan nya. Bagi Qays, bersama Laila ia
merasa terbang dan jatuh di saat yang bersamaan, karena tanpa Laila kesedihan
menusuk-nusuknya bagai pisau tajam. Hal ini membuat perasaan dan logika seorang
Qays tidak lagi sejalan. Ketika hatinya telah hilang, maka hilang pulalah akal
sehatnya. Di sepanjang jalan ia hanya berputar-putar dalam keadaan tidak sadar,
dan tak henti terus mengungkapkan kekagumannya terhadap Laila kepada
orang-orang yang ditemuinya. Hingga semua orang memanggilnya dengan sebutan “Majnun”.
Situasi seperti ini
dalam suku Laila sudah tidak dapat ditolerir karena berdampak pada nama baik
suku Laila. Akhirnya mereka melarang Layla untuk keluar dari tendanya. Seorang penjaga
pun ditugaskan untuk menjaga dan diperintahkan agar menangkap Qays jika ia
mencoba mendekati Layla. Kepergian Layla menyisahkan kesedihan teramat dalam
bagi Qays maupun Layla.
Karena perasaan rindu
yang teramat dalam, Qays berani mengambil resiko dengan mengunjungi tenda yang
di tempati Layla. Bersama teman-temannya kini Qays yang telah di juluki Majnun
telah berada di dekat tenda kekasihnya. Dan tanpa di sadari mereka pun akhirnya
bertemu. Hanya dengan saling menatap satu sama lain, mengirimkan rasa senang
dan rindu dalam diam. Mereka hanya dapat berkomunikasi dalam keheningan saling
menyalur rindu yang teramat dalam. Namun pada akhirnya pertemuan singkat itu
lagi-lagi diketahui oleh khalayak umum.
Majnun, semakin hari
semakin tidak terkendali. Ia semakin gila karena cinta nya terhadap Layla. Tak ada
satu orang pun dari suku nya yang dapat membuat nya sadar untuk kembali menjadi
Qays. Kondisinya sudah sangat memprihatinkan, yang ia lakukan hanya berjalan
tanpa tujuan tanpa makan dan minum. Melihat kondisi anak nya yang semakin
memburuk, akhirnya Sayyid memutuskan untuk melamar Layla untuk anak nya gadis
yang teramat di cintainya. Sayyid melakukan hal tersebut, karena menurutnya tak
ada jalan lain selain mendatang kan sinar dan cahaya kembali kepada kegelapan
yang menghantui Majnun. Namun usaha
Sayyid untuk menyatukan Layla dan Qays jauh dari kata berhasil. Berita tentang
kegilaan Qays membuat ayah Layla menolak lamaran Sayyid yang membuat Majnun
tetap menjadi Majnun.
Sayyid sebagai ayah
Majnun tidak putus asa demi kesembuhan anaknya. Usaha lain yang dilakukannya
ialah dengan membawa Majnun ke rumah Suci di Makkah. Tiba dilatarnya sambil
menunjuk ke arah Kakbah Sayyid berkata “Lihatlah, semoga engkau menemukan obat bagi sakitmu.
Peganglah kiswah (kain penutup) Kakbah dan berdoalah agar Allah menghilangkan
rasa cintamu itu.” Mendengar hal tersebut tertawa dan berlari
mengahmpiri Kakbah dan memukulinya seraya melontarkan kalimat atas besarnya
rasa cintanya terhadap Layla.
“Ya Allah! Mereka bilang
aku harus membuang Layla dari pikiranku dan mengahncurkan segala hasrat di
hatiku untuknya. Tapi kumohon kepada-Mu, Ya Allah agar Kau melukis dalam-dalam
wajahnya di benakku dan bautalah agar hasratku kepadanya semakin besar!
Ambillah apa yang tersisa dari diriku dan tawarkan kepadanya sebagai hadiah,
ambil nyawaku dan berikan kepadanya.”
Sayyid
mendengarkannya dengan takjub saat Majnun berteriak teriak. Apa yang telah ia
lakukan kini. Segala usahanya tak berhasil. Siapa yang dapat memutuskan rantai
cinta diantara keduanya ketika Qays justru mendoakan Layla dan mengutuk dirinya
sendiri.
Setelah kejadian
itu, Majnun memutuskan untuk
mengasingkan diri dengan kondisi yang semakin memburuk. Dia terus melantunkan
soneta dan odet serta sajak sajak yang
memuji Layla hingga tersebar ke seluruh pelosok Arab; sajak sajak itu membuat Layla terkenal hingga membuat
para pria-pria datang hendak meminangnya. Dalam masa pengasingannya di saat
yang bersamaan datang seorang pria yang takjub akan kecantikan seorang Layla
dan memutuskan untuk melamarnya. Dia adalah Ibn Salam. Tak membutuhka waktu lama
lamaran Ibn Salam diterima oleh ayah Layla dan Layla pun menikah. Kabar pernikahan
Layla tak sampai ke telinga Majnun hingga satu tahun lamanya, sampai suatu
ketika seorang pengembara datang kepadanya membawa berita pernikahan Layla
Majnun maupun Layla
sendiri berada dalam kesedihan dan keheningan terhadap keadaan Layla yang sudah
dipersunting. Ketika Layla telah bersuami tetapi jauh di dalam pikiran dan
ingatannya hanya ada satu Qays si Majnun. Layla tak pernah mengijinkan suaminya
untuk memilikinya seutuhnya. Karena kesuciannya hanya dia peruntukkan bagi
orang yang sangat ia cintai, Majnun.
Keadaan pernikahan Layla
membuatnya tersiksa dan akhirnya meninggal dunia. Kabar meninggalnya sang
kekasih hati membuat Majnun berlari bak halilintar menghampiri makam Layla
seraya mengeluarkan sajak sajak tentang Layla. Orang-orang disekelilingnya yang
melihat hal tersebut ikut bersedih melihat dua sosok sepasang kekasih yang tak
dapat terpisahkan. Sampai pada akhirnya Majnun pun menutup mata dan menghembuskan napas terakhirnya di atas makam
kekasihnya Layla.
Dalam kisah ini Qays dan
Layla membuktikan bahwa cinta mereka tak dapat terpisahkan oleh jarak, waktu,
serta rintangan apa pun. Kesucian dan kesetiaa cinta itu mereka bawa hingga
keabadian.
Sumber:
Nizami. 2014. Layla Majnun. Yogyakarta: Narasi
Comments
Post a Comment